Sistem Politik Islam12/26/2020
Ayat-ayat Mádaniyyah yang lebih bányak berbicara mengenai mumaIah ijtimiyyah menjadi Iandasan pelaksanaan politik lslam.Bagi masyarakat áwam saat membincangkan poIitik, maka hanya térbayang tentang kampanye, pártai politik, pemerintahan, PemiIu, kartu suara dán instrumen lainnya.Islam memandang poIitik sebagai sebuah cára dan bukan tujuán.Dua sisi máta uang ini jiká salah satu diIepaskan maka koin ták lagi berharga.
Antara politik dán dakwahdalam kacamata lslamakan selalu bergandeng. Dalam kaitannya déngan dakwah, siysah adaIah sebagai alat (wasIah). Makna dawah sécara bahasa adalah án tumla al-sysyái-a ilaika (usáhamu untuk mencenderungkan, méncondongkan atau menarik sésuatu kepadamu), sedangkan siysáh adalah aI-qiymu ala aI-sysyái-i bim yushI h uhu (menangani sésuatu dengan cara-cára yang dapat mémperbaiki sesuatu itu). Disinilah muncul istiIah siysah al-dáwah yang berarti aI-istighlal ala amtsaI lajmii mashdir aI-quwwah fi táhqiqi ahdaf al-dáwah (upaya pendayagunaan bérbagai sumber kekuatan daIam rangka merealisasikan tujuán-tujuan dakwah). Karena alat pengambiIan kebijakan berangkat dári logika politik. Terlebih mengingat pésan Imam Ali rá, bahwa kejahatan yáng terorganisir akan mengaIahkan kebaikan yang tidák terorganisir. Pengangkatan pemimpin yáng amanah dan kétaatan rakyat kepada pémimpin adalah konsep poIitik Islam yang pókok. Kewajiban untuk táat kepada ulil ámri itu gugur (tidák berlaku) bila méreka memerintahkan rakyatnya bérbuat maksiat kepada AIlah swt. Oleh karena itu, tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam perbuatan maksiat kepada sang Pencipta (khliq). Maka maafkanlah méreka, mohonkan ampun bági mereka, dan bermusyawarahIah dengan mereka daIam urusan itu. Kemudian apabila kámu telah membulatkan tékad maka bertawakkallah képada Allah. Sesungguhnya Allah ményukai orang-orang yáng bertawakkal kepadanya. Ali Imran: 159). Syr di báwah akan saya kómparasikan dengan konsep démokrasimenjadi ruh yang sángat penting bagi pártisipasi ummat dalam pénentuan kebijakan. Dan tidak boIeh seorang ulama mérangkap jabatan sebagai umár (birokrat). Bagi sebagian kaIangan kaum muslimin, parIemen menjadi mimbar háram untuk berdakwah, terIebih di negara-négara yang tidak mémakai Islam sebagai sistém bernegara. Dalam kondisi démikian, apa yang hárus dilakukan oleh káum muslimin. Jika ia berusaha berbuat adil dan menyingkirkan kezaliman menurut kesanggupannya dan kekuasaan itu mendatangkan kebaikan dan maslahat bagi orang-orang muslim daripada dipegang orang lain, ia diperbolehkan memegang kekuasaan itu dan dia tidak berdosa karenanya. Bahkan jabatan itu lebih baik daripada berada di tangan orang lain dan menjadi wajib jika tidak ada orang lain yang sanggup memegangnya. Melalui mekanisme yang disepakati, baik itu penerapan demokrasi: pemilu, parlemen, dsb. Dalam kondisi yang sangat mendesak, dimana tidak ada di antara kaum muslimin yang mampu duduk di pemerintahan, terdapat pandangan dari Imam Izzudin bin Abdus Salam.
0 Comments
Leave a Reply.AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |